Harga BBM Murah Untungkan Mafia Minyak
Jakarta -
Harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi di Indonesia saat ini masih
ditahan Rp 4.500 per liter meskipun harga minyak terus melonjak. Ini
bakal menguntungkan mafia minyak. Kenapa?
Almarhum Widjajono Partowidagdo dalam bukunya 'Migas dan Energi di Indonesia: Permasalahan dan Kebijakan' mengatakan, harga BBM subsidi yang rendah menyebabkan diversifikasi energi tak berjalan dan sebabnya, ketergantungan kepada impor minyak dan BBM makin besar. Akhirnya yang diuntungkan adalah mafia minyak.
"Ini justru menguntungkan para pengimpor (saat ini sedang popular istilah mafia minyak)," jelas Widjajono dalam buku terbitan Development Studies Foundation yang dikutip detikFinance, Selasa (24/4/2012).
Dia mengatakan, kenaikan harga BBM akan menyebabkan para pesaing pertamina seperti Shell, Petronas, Chevron, Medco, dan lain-lain akan lebih mudah masuk pasar Indonesia. Sehingga, ini akan memperbanyak jumlah SPBU serta pendirian kilang-kilang minyak baru dan mengurangi ketergantungan impor BBM.
"Kenaikan harga BBM dan dihilangkannya monopoli impor minyak dan BBM justru akan mengurangi masalah impor minyak," cetus Widjajono dalam bukunya tersebut.
Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) ini mengatakan, rendahnya harga BBM di Indonesia adalah suatu ketidakadilan. Mengapa? Ini sama saja memelihara masalah-masalah kriminal seperti mobil pembawa BBM yang mengurangi isinya di tengah jalan (istilahnya kencing), oplosan premium dengan minyak tanah, penyelundupan BBM, serta kurang berhasilnya energi terbarukan lainnya.
Soal munculnya praktik mafia minyak juga diakibatkan murahnya harga BBM subsidi di Indonesia. Selain itu, murahnya harga BBM juga mengakibatkan Indonesia terus terancam krisis energi.
Widjajono mengatakan, Indonesia tidak perlu mengikuti harga BBM di pasar bebas atau mengenakan pajak BBM sehingga harganya bisa dua kali lipat di atas harga pasar seperti yang berlaku di kebanyakan negara.
"Walaupun demikian, kita tidak bisa mengikuti harga BBM murah di negara-negara yang produksi minyaknya berlimpah," jelas Widjajono.
Pada buku tersebut, Widjajono menggambarkan betapa mahalnya harga BBM. Sebagai perbandingannya, biaya listrik dari pembangkit berbahan bakar batubara adalah 6 sen dolar per kwh, sementara dari BBM (dengan harga solar Rp 7.200 per liter) adalah 24 sen dolar per kwh.
"Ibaratnya, kalau saat ini memakai BBM maka sama dengan naik mobil Mercy, sedangkan kalau memakai yang lain sama dengan memakai busway. Mohon disadari bahwa Indonesia bukan negara kaya. Tidak bijaksana apabila kita masiih menggantungkan penggunaan energi pada minyak," tegas Widjajono dalam bukunya tersebut.
Bahkan, lanjur Widjajono, Iran sebagai negara kaya minyak (cadangan minyak 137,5 miliar barel dan produksi 4,3 juta barel per hari di 2006), berusaha menggunakan nuklir untuk listriknya, BBG untuk transportasi, serta elpiji dan gas kota untuk memasak.
Iran berusaha untuk mengekspor minyak sebanyak mungkin karena hal tersebut adalah yang paling menguntungkan. Demikian pula Norwegia. walaupun negara tersebut memproduksi minyak sebesar 2,8 juta barel per hari pada 2006, namun pemakaian minyak domestiknya hanya 200 ribu barel per hari, yaitu hanya untuk transportasi. Untuk listrik, negara ini menggunakan tenaga air.
Perlu dicatat, cadangan minyak Indonesia di 2006 mencapai 4,3 miliar barel atau hanya 0,36% dari cadangan minyak dunia. Di 2011 jumlah cadangan minyak Indonesia tinggal 3,9 miliar barel atau akan habis dalam 12 tahun.
Namun Indonesia mempunyai 1,4% cadangan gas dunia, lalu 3,1% cadangan batubara dunia. dan 40% cadangan panas bumi dunia dimiliki Indonesia.
Almarhum Widjajono Partowidagdo dalam bukunya 'Migas dan Energi di Indonesia: Permasalahan dan Kebijakan' mengatakan, harga BBM subsidi yang rendah menyebabkan diversifikasi energi tak berjalan dan sebabnya, ketergantungan kepada impor minyak dan BBM makin besar. Akhirnya yang diuntungkan adalah mafia minyak.
"Ini justru menguntungkan para pengimpor (saat ini sedang popular istilah mafia minyak)," jelas Widjajono dalam buku terbitan Development Studies Foundation yang dikutip detikFinance, Selasa (24/4/2012).
Dia mengatakan, kenaikan harga BBM akan menyebabkan para pesaing pertamina seperti Shell, Petronas, Chevron, Medco, dan lain-lain akan lebih mudah masuk pasar Indonesia. Sehingga, ini akan memperbanyak jumlah SPBU serta pendirian kilang-kilang minyak baru dan mengurangi ketergantungan impor BBM.
"Kenaikan harga BBM dan dihilangkannya monopoli impor minyak dan BBM justru akan mengurangi masalah impor minyak," cetus Widjajono dalam bukunya tersebut.
Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) ini mengatakan, rendahnya harga BBM di Indonesia adalah suatu ketidakadilan. Mengapa? Ini sama saja memelihara masalah-masalah kriminal seperti mobil pembawa BBM yang mengurangi isinya di tengah jalan (istilahnya kencing), oplosan premium dengan minyak tanah, penyelundupan BBM, serta kurang berhasilnya energi terbarukan lainnya.
Soal munculnya praktik mafia minyak juga diakibatkan murahnya harga BBM subsidi di Indonesia. Selain itu, murahnya harga BBM juga mengakibatkan Indonesia terus terancam krisis energi.
Widjajono mengatakan, Indonesia tidak perlu mengikuti harga BBM di pasar bebas atau mengenakan pajak BBM sehingga harganya bisa dua kali lipat di atas harga pasar seperti yang berlaku di kebanyakan negara.
"Walaupun demikian, kita tidak bisa mengikuti harga BBM murah di negara-negara yang produksi minyaknya berlimpah," jelas Widjajono.
Pada buku tersebut, Widjajono menggambarkan betapa mahalnya harga BBM. Sebagai perbandingannya, biaya listrik dari pembangkit berbahan bakar batubara adalah 6 sen dolar per kwh, sementara dari BBM (dengan harga solar Rp 7.200 per liter) adalah 24 sen dolar per kwh.
"Ibaratnya, kalau saat ini memakai BBM maka sama dengan naik mobil Mercy, sedangkan kalau memakai yang lain sama dengan memakai busway. Mohon disadari bahwa Indonesia bukan negara kaya. Tidak bijaksana apabila kita masiih menggantungkan penggunaan energi pada minyak," tegas Widjajono dalam bukunya tersebut.
Bahkan, lanjur Widjajono, Iran sebagai negara kaya minyak (cadangan minyak 137,5 miliar barel dan produksi 4,3 juta barel per hari di 2006), berusaha menggunakan nuklir untuk listriknya, BBG untuk transportasi, serta elpiji dan gas kota untuk memasak.
Iran berusaha untuk mengekspor minyak sebanyak mungkin karena hal tersebut adalah yang paling menguntungkan. Demikian pula Norwegia. walaupun negara tersebut memproduksi minyak sebesar 2,8 juta barel per hari pada 2006, namun pemakaian minyak domestiknya hanya 200 ribu barel per hari, yaitu hanya untuk transportasi. Untuk listrik, negara ini menggunakan tenaga air.
Perlu dicatat, cadangan minyak Indonesia di 2006 mencapai 4,3 miliar barel atau hanya 0,36% dari cadangan minyak dunia. Di 2011 jumlah cadangan minyak Indonesia tinggal 3,9 miliar barel atau akan habis dalam 12 tahun.
Namun Indonesia mempunyai 1,4% cadangan gas dunia, lalu 3,1% cadangan batubara dunia. dan 40% cadangan panas bumi dunia dimiliki Indonesia.
Wahyu Daniel - detikFinance
Komentar
Posting Komentar