INDONESIA STATUS DARURAT NARKOBA
Narkoba merupakan ancaman terhadap kehidupan dan
kejahatan kemanusiaan yang harus segera dihentikan.
Berdasarkan laporan PBB tahun 2014, diseluruh dunia
terdapat 324 juta orang yang berusia produktif antara sampai 15 sampai 64 tahun
mengkonsumsi Narkotika.Kurang lebih 183 ribu orang di antaranya
meninggal dunia setiap tahunnya. Produksi narkotika di tingkat global terus
meningkat dengan munculnya zat psioaktif baru yang jumlahnya sekitar 354 jenis.
Di Indonesia saat ini jumlah penyalahgunaan Narkotika mencapai 3 juta orang, dimana 1,6 juta dilakukan oleh pengguna yang
hanya coba-coba dan 1,4 juta dilakukan oleh pemakai. Artinya bahawa 33 orang meninggal dunia setiap
harinya. Data ini akan meningkat dari tahun ke tahun apabila Demandnya masih
tinggi terhadap Narkotika.
Pada umumnya Narkoba merupakan ancaman bagi kaum
remaja. Karena pada usia 14 sampai 17 tahun sedang mengalami perkembangan
fisik, psikologi maupun sosial yang pesat. Pertumbuhan fisik yang cepat
membentuk ciri utama, yaitu mereka merasa sudah bukan anak kecil lagi namun
sesungguhnya mereka belum dewasa baik secara mental, emosional maupun
spiritual.
Mereka sangat ingin tampil layaknya orang dewasa
bahkan ingin memperoleh identitas pribadi. Namun pada kenyataannya mereka mudah
terbawa arus globalisasi (westernisasi). Apalagi bila orang tua menuntut
tanggung jawabnya sebagai orang dewasa, maka dapat menyebabkan kecemasan
dan kebingungan dalam diri mereka. Kemampuan intelektual yang berkembang pesat
menimbulkan rasa ingin tahu mereka yang besar sekali termasuk ingin
mencoba-coba narkoba. Misalnya merokok dan menghisap ganja. Pada umumnya merokok
dan minum alkohol dipandang sebagai lambang kedewasaan. Keinginan mengurangi
ikatan secara emosional dengan orang tua membuat remaja sering berbohong
terutama jika sedang menghadapi kesulitan (personal fable). Bila faktor
pengawasan orang tua amat berkurang maka gerak-gerik mereka kurang terawasi
dengan baik. Narkoba terlihat sangat menarik, menyenangkan dan seolah-olah
menjadi jalan pintas untuk melarikan diri dari keadaan stress dan kebosanan
sehari-hari.
Remaja yang banyak mengkonsumsi narkoba sangat
memprihatinkan karena selain merusak masa depan, juga berdampak pada proses
belajar dan kurangnya fokus dalam belajar di sekolah.
Saat ini peredaran narkoba di Indonesia sudah sangat
pesat. Penyelundupan narkoba selalu terjadi setiap
harinya. Penyelundupannya sering dilakukan lewat jalur laut, darat, bahkan udara.Tahun
2015 sendiri terjadi banyak penyelundupan narkoba di antaranya barang tersebut
disimpan di dalam pompa air, dan yang terbaru narkoba diselundupan ke dalam
makanan (salah satunya di brownies). Namun kasus penyalahgunaan narkoba tidak
hanya dilakukan oleh para remaja bahkan para penegak hukum juga terlibat dalam
penyelundupan narkoba. Kasus terbaru menyebutkan bahwa adanya praktik
pengendalian bisnis narkoba di dalam sel penjara yang dilakukan oleh Freddy
Budiman. Begitu ironisnya negeri ini, ketika pihak BBN dan pemerintah gencar
mengkampayekan antinarkoba, ternyata pihak dari penegak hukum sendiri telah
melakukan penyalahgunaan narkoba.
Sejarah narkoba di Indonesia.
Di Indonesia Narkoba merupakan singkatan dari
narkotika dan obat berbahaya. Selain "narkoba", istilah lain yang
diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah
Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif.
Semua istilah ini, baik "narkoba" atau "napza" mengacu pada sekelompok
zat yang umumnya mempunyai resiko kecanduan bagi penggunanya.
Menurut pakar kesehatan narkoba sebenarnya adalah
psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioperasi atau
obat-obatan untuk penyakit tertentu.
Penggunaan obat-obatan jenis opium sudah lama dikenal
di Indonesia, jauh sebelum pecahnya Perang Dunia ke-2 pada zaman penjajahan
Belanda. Pada umumnya para pemakai candu (opium) tersebut adalah orang-orang
Cina.
Pemerintah Belanda memberikan izin pada tempat-tempat
tertentu untuk menghisap candu dan pengadaan (supply) secara legal dibenarkan
berdasarkan undang-undang. Orang-orang Cina pada waktu itu menggunakan candu
dengan cara tradisional, yaitu dengan cara menghisapnya melalui pipa panjang.
Hal ini berlaku sampai tibanya Pemerintah Jepang di Indonesia. Pemerintah
pendudukan Jepang menghapuskan Undang-Undang itu dan melarang pemakaian candu
(Brisbane Ordinance).
Ganja (Cannabis Sativa) banyak tumbuh di Aceh dan
daerah Sumatera lainnya, dan telah sejak lama digunakan oleh penduduk sebagai
bahan ramuan makanan sehari-hari. Tanaman Erythroxylon Coca (Cocaine) banyak
tumbuh di Jawa Timur dan pada waktu itu hanya diperuntukkan bagi Ekspor. Untuk
menghindari pemakaian dan akibat-akibat yang tidak diinginkan, Pemerintah
Belanda membuat Undang-undang (Verdovende Middelen Ordonantie) yang mulai
diberlakukan pada tahun 1927 (State Gazette No.278 Juncto 536).
Meskipun demikian obat-obatan sintetisnya dan juga
beberapa obat lain yang mempunyai Efek serupa yang menimbulkan kecanduan tidak
dimasukkan dalam perundang-undangan tersebut.
Setelah kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia
membuat perundang-undangan yang menyangkut produksi, penggunaan dan distribusi
dari obat-obat berbahaya (Dangerous Drugs Ordinance) dimana wewenang diberikan
kepada Menteri Kesehatan untuk pengaturannya (State Gaette No.419, 1949).
Baru pada waktu tahun 1970, masalah obat-obatan
berbahaya jenis narkotika menjadi masalah besar dan nasional sifatnya.Pada
waktu perang Vietnam sedang mencapai puncaknya pada tahun 1970-an, maka hampir
di semua negeri, terutama di Amerika Serikat penyalahgunaan narkotika
sangat meningkat dan sebagian besar korbannya adalah anak-anak muda.Nampaknya
gejala itu berpengaruh pula di Indonesia dalam waktu yang hampir bersamaan.
Menyadari hal tersebut maka Presiden mengeluarkan
instruksi No.6 tahun 1971 dengan membentuk badan koordinasi, yang terkenal
dengan nama BAKOLAK INPRES 6/71, yaitu sebuah badan yang mengkoordinasikan
(antar departemen) semua kegiatan penanggulangan terhadap berbagai bentuk yang
dapat mengancam keamanan negara, yaitu pemalsuan uang, penyelundupan, bahaya
narkotika, kenakalan remaja, kegiatan subversif dan pengawasan terhadap
orang-orang asing.
Kemajuan teknologi dan perubahan-perubahan sosial yang
cepat, menyebabkan Undang-Undang narkotika warisan Belanda (tahun 1927) sudah
tidak memadai lagi. Maka pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang No.9
tahun 1976, tentang Narkotika. Undang-Undang tersebut antara lain mengatur
berbagai hal khususnya tentang peredaran gelap (illicit traffic). Disamping itu
juga diatur tentang terapi dan rehabilitasi korban narkotik (pasal 32), dengan
menyebutkan secara khusus peran dari dokter dan rumah sakit terdekat sesuai
petunjuk menteri kesehatan.
Dengan semakin merebaknya kasus penyalahgunaan narkoba
di Indonesia, maka UU Anti Narkotika mulai di revisi. Sehingga disusunlah UU Anti
Narkotika nomor 22/1997, menyusul dibuatnya UU Psikotropika nomor 5/1997.Dalam
Undang-Undang tersebut mulai diatur pasal-pasal ketentuan pidana terhadap
pelaku kejahatan narkotika, dengan pemberian sanksi terberat berupa hukuman
mati.
Solusi yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk menghentikan peredaran narkoba, di antaranya :
1. Perkuat pertahanan dan keamanan wilayah NKRI.
2. Melakukan revisi peraturan tentang jenis narkoba
baru.
3. Para penegak hukum yang harus dibenahi.
Solusi untuk orang tua agar anaknya tidak melakukan
penyalahgunaan narkoba:
1. Perubahan dalan hal mendidik anak-anaknya agar
tidak terlalu menuntut tanggung jawab sebagai orang yang dewasa.
2. Orang tua memberikan arahan mengenai lingkungan
mana yang baik dan yang buruk.
1. Merubah mindset remaja tentang dampak yang akan
ditimbulkan dari narkoba itu sendiri.
2. Remaja harus menerapkan gaya hidup yang sehat.
3. Memperkuat keimanan dan ketaqwaan.
4. Penuhi kesadaran diri remaja yang bersangkutan
sehingga lambat laun kebiasaan buruk itu dapat diantisipasi semaksimal mungkin.
Hasil Kajian BEM STIE Ekuitas mengenai "Indonesia Status Darurat Narkoba"
9 Agustus 2015
Komentar
Posting Komentar