Pemodal Asing Banyak Lepas Saham, Paket Kebijakan Jokowi Belum Ampuh?

Para pemodal asing masih gencar melepas sahamnya di pasar modal Indonesia. Kekecewaan investor ini imbas dari perlambatan ekonomi Indonesia. Rilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada Rabu (4/5/2016) menyebutkan, ekonomi Indonesia di kuartal I-2016 tumbuh 4,92%. Melambat dibandingkan kuartal IV-2015 yang mencapai 5,04%.

Kekecewaan para investor ini nampak dari data penjualan bersih investor asing di pasar modal. Hingga pukul 14.08 waktu JATS, dana asing keluar tercatat Rp 62,280 miliar. Jika diakumulasikan sejak dirilisnya data pertumbuhan ekonomi, dana asing keluar tercatat sebesar Rp 885,843 miliar.

"Rilis pertumbuhan ekonomi kuartal satu penting, itu starting point untuk sepanjang tahun, memang lebih tinggi dari kuartal I-2015, cuma ini bulan Mei sentimen masih negatif. Ini menunjukkan jika ekonomi mulai melambat, sehingga asing masih outflow, terutama di sektor finansial karena perbankan nggak seindah dulu, sekarang suku bunga ditekan," jelas Analis First Asia Capital David Sutyanto saat dihubungi detikFinance, Selasa (10/5/2016).

Selain kekecewaan atas pertumbuhan ekonomi, David menyebutkan, investor juga tidak merasakan dampak secara langsung dari paket kebijakan ekonomi yang telah dirilis Jokowi. Terlebih, kata David, paket kebijakan Jokowi terlalu banyak sehingga semakin lama semakin tidak ampuh.

"Paket kebijakan efektivitasnya semakin lama semakin turun, jilid I-VIII masih bagus, semakin ke sini (sampai paket XII) semakin tidak bagus, contoh pendirian PT, itu ternyata implementasi di lapangan berbeda. Jadi dampaknya belum terasa secara keseluruhan," paparnya.

Meski demikian, ada beberapa paket kebijakan yang dinilai baik, paling tidak bisa menggairahkan pebisnis. Misalnya pajak soal REITs atau DIRE. Contoh lainnya soal pengupahan yang dipatok kenaikannya berdasarkan angka inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi.

"Salah satunya mengenai DIRE, pajak di bisnis itu sangat penting. Kemudian soal UMP, itu meyakinkan pengusaha, mereka bisa menghitung berapa tahun balik modal," paparnya.

Lebih jauh David mengungkapkan, pada dasarnya yang dilihat investor adalah soal pertumbuhan ekonomi. Itu menjadi penting karena dengan angka pertumbuhan tersebut bisa mengetahui situasi dan kondisi perekonomian suatu negara.

"Kalau sektor riil no problem ya kita no problem, kita sangat sensitif dengan sentimen, pandangan investor masih optimistis sejauh ini. Soal keluarnya dana asing, ini juga terkait ekonomi global, sehingga outflow cukup kencang, global belum membaik," ucap dia.

David menyebutkan, di kuartal II-2016, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan lebih baik mencapai 5,03% dari kuartal I-2016 yang hanya 4,92%. Hal ini bisa didorong dari spending pemerintah dan konsumsi masyarakat jelang puasa dan lebaran yang diperkirakan akan meningkat.

Di sisi pasar modal, David memprediksi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan bergerak di kisaran 5.050-5.100 di akhir tahun dengan asumsi pertumbuhan ekonomi di angka 5%.

"Ada optimisme pemerintah juga soal S&P yang akan menggolkan investment grade untuk Indonesia. Akhir tahun IHSG 5.050-5.100 dengan pertumbuhan ekonomi 5%, inflasi 4,5% plus minus 1%, BI rate 6,5%," pungkasnya.
(drk/hns)

Sumber : Detik Finance.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tipe-Tipe Orang dalam Berorganisasi

Ekuitas Rooms Tour

SERTIJAB KELUARGA MAHASISWA PERIODE 2018-2019