KCIC, Siapa Berjaya di Tanah Legenda?





Kereta api tutt...tutt..tutt...
Siapa hendak turut...
Ke Bandung, Surabaya...

---

Berbicara soal kereta api, sebagian besar dari kalian pasti sudah pernah bagaimana rasanya naik kereta api dari satu kota menuju kota lain.
Nah, kali ini kita akan membahas proyek pembangunan kereta api cepat. Yaitu KCIC.
KCIC itu singkatan dari Kereta Cepat Indonesia Cina. Jangan salah paham dulu guys. Ini bukan berarti kereta cepat dari Indonesia langsung ke Cina ataupun dari Bandung ke Surabaya.


Jadi, KCIC itu adalah suatu proyek pembuatan kereta api cepat dari Bandung ke Jakarta dengan waktu 36 menit. Bisa dibayangkan jika proyek ini benar-benar rampung, sebagian orang pasti mendapat keuntungan dengan ada nya kereta cepat ini. Misalnya, yang suka belanja ke tanah abang ataupun berwisata keliling Jakarta bisa memanfaatkan fasilitas ini agar tidak banyak memakan waktu tempuh.
Namun, tidak semua orang juga bisa langsung setuju dengan proyek KCIC ini karena beberapa alasan.

Beberapa waktu yang lalu, perwakilan dari Kementrian Luar Negeri BEM STIE Ekuitas sempat melakukan diskusi di luar dengan anggota BEM lain yang tergabung dengan BEM SI.
Apa saja yang dibicarakan?
Yuk kita simak


****

HASIL DISKUSI
PROYEK PEMBANGUNAN KERETA CEPAT JAKARTA-BANDUNG
Bersama Bpk. Asep Warlan (Pakar Hukum Univ. Katolik Parahyangan)

Proyek Kereta Cepat (High Speed Railway/HSR) Kerjasama Indonesia-Tiongkok serta pengembangan Sentra Ekonomi Koridor Jakarta-Bandung yang mulai groundbreaking sejak 21 Januari 2016, dilakukan oleh PT KCIC (PT. Kereta Cepat Indonesia China), yang merupakan Konsorsium gabungan antara China Railway International Corporation Limited (40%) dan PT Pilar Sinergi BUMN (60%) dengan rincian Wijaya Karya/WIKA (38%), PT Kereta Api Indonesia/KAI (25%), PT Perkebunan Nusantara VIII/PTPN (25%) dan PT Jasa Marga/JSMR (12%). Proyek yang ditargetkan berlangsung selama 36 bulan kalender (3 tahun), dan diharapkan beroperasi pada 2019 dengan waktu kontrak 50 tahun (2066-2069) ini merupakan tindak lanjut dari dikeluarkannya Peraturan Presiden No 107 tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Api Cepat antara Jakarta dan Bandung pada 6 Oktober 2015 dan Peraturan Presiden No 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Akan tetapi, apabila ditinjau dari materi landasan hukum penyelenggaraan proyek tersebut (Peraturan Presiden No 107 tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Api Cepat antara Jakarta dan Bandung), banyak temuan yang diduga saling bertentangan, atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yang menurut Pasal 7 ayat (2) UU 12 tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-Undangan Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada UU tersebut.
Sejatinya ada lima aspek yang harus diperhatikan dalam proyek pembangunan Kereta Cepat Kerjasama Indonesia-China (KCIC), yakni:

1.        Aspek Fisik (Tata Ruang)
Aspek fisik ini nantinya dengan ada proyek dari KCIC ini akan mengalami perubahan yang sangat signifikan. Di mana fisik akan menjadi mahal, ekslusif dan produktif. Nantinya di area proyek KCIC ini akan dibangun kota-kota baru yang ekslusif yang diperuntungkan untuk orang-orang kaya. 

2.       Aspek Kegiatan
Dengan adanya kereta cepat ini serta akan dibangunnya kota-kota baru, maka akan terjadi kegiatan-kegiatan baru baik itu yang bersifat hiburan maupun tempat-tempat bisnis.

3.       Aspek Sumber Daya Ekonomi dan Sosial
Proyek kereta cepat ini tujuannya ada untuk menaikan sumber daya ekonomi yang memiliki nilai tambah, artinya bahwa sumber daya ekonomi menjadi tinggi namun sumber daya sosialnya direndahkan. Karena sejatinya dalam UU tentang Tata Ruang itu menyebutkan bahwa sumber daya ekonomi dan sumber daya sosial itu harus seimbang porsinya.

4.      Aspek dari Hak Masyarakat
Dengan adanya proyek kereta cepat ini haruslah masyarakat yang menikmatinya dan ditujukan untuk kemakmuran rakyat. Ada enam (6) poin penting kemakmuran dalam UU Tata Ruang, (1) Adil, artinya bahwa proyek ini harus memberikan rasa adil kepada masyarakat di sekitarnya. (2) Aman, nyaman, produktif dan berkesinambungan, artinya bahwa dengan adanya proyek ini harus memberikan rasa aman, nyaman kepada masyarakat bukan meminggirkan atau bahkan memiskinkan masyarakat di sana, serta harus produktif kegiatan-kegiatan di sana yang melibatkan masyarakat pribuminya dan tentunya hal-hal tersebut haruslah berkesinambungan bukan hanya sebatas kegiatan sementara. (3) Tidak ada kesenjangan antar daerah, dengan adanya proyek ini jangan sampai terjadi kesenjangan antar daerah, misalnya dari segi ekonomi dan sosial masyarakatnya. (4) Tidak boleh rawan bencana, sudah pasti bahwa setiap kegiatan pembangunan haruslah memperhatikan keamanan lingkungannya. Agar ketika proyek ini telah rampung dikerjakan tidak terjadi kecelakan yang disebabkan oleh bencana. (5) Memiliki nilai tambah (value added), artinya bahwa proyek pembangunan ini haruslah memiliki nilai tambah baik dari segi ekonominya maupun kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif. (6) Penggantian yang layak, maksudnya adalah ketika proyek ini harus mengorbankan lingkungan ataupun ruang masyarakat, sudah sepantasnya pemerintah memberikan penggantian yang layak, sehingga tidak ada alam ataupun masyarakat yang dirugikan dari proyek pembangunan ini.

5.       Aspek Kewenangan Pemerintah (Tanggungjawab Negara)
Aspek ini menjelaskan mengenai bagaimana perlindungan, pembinaan dan antisipasi yang akan dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi dampak-dampak negatif dari pembangunan ini, serta bagaimana wujud tanggungjawab pemerintah, kehadiran pemerintah untuk memastikan bahwa hak-hak masyarakat atas ruang tersebut tetap terjaga.

Selain itu ada manfaat lain dengan adanya kereta cepat ini, yakni: (1) mendapatkan identitas sebagai negara modern, (2) waktu menjadi sangat terukur (Jakarta-Bandung hanya ditempuh dengan waktu 36 menit), (3) transportasi yang hebat, serta (4) sebagai contoh model pembangunan untuk daerah lain ( karena ada best practicenya).
Meskipun dibangun berdasarkan usaha patungan antara PT Pilar Sinergi BUMN dan China Railway International Corporation Limited, dengan bagian yang lebih besar dimiliki oleh PTPSB (60%), menurut informasi terkini, kontraktor yang digunakan untuk membangun prasarana kereta cepat ialah berasal dari grup konsorsium China Railway, sedangkan Wijaya Karya hanya mendapatkan bagian pengawasan proyek (supervisi). Memang, dalam hukum dikenal asas pacta sunt servanda bahwa perjanjian harus dipegang. Kontrak Kerjasama dengan China Railway International Co. Ltd. telah ditandatangani dan disepakati oleh pihak-pihak yang berkontrak. Namun mengikuti perkembangan terkini bahwa proyek pengadaan baik prasarana (konstruksi jalur kereta cepat) maupun sarana (pengadaan rolling-stock kereta cepat) lebih banyak dilakukan oleh pihak konsorsium China Railway, sedangkan semestinya berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Presiden No 107 tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Api Cepat antara Jakarta dan Bandung bahwa Pengadaan barang dan/atau jasa dalam rangka pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Peraturan a quo harus memaksimalkan kandungan lokal. Maka kejadian yang terjadi di lapangan bertentangan dengan apa yang semestinya terjadi menurut Peraturan Perundang-Undangan yang masih berlaku. Sehingga menurut asas clausula rebus sic stantibus maka kontrak atau perjanjian dapat tidak berlaku apabila terjadi perubahan fundamental dalam pelaksanaan perjanjian tersebut.

foto bersama Bpk. Asep Warlan, BEM UPI, ITB, Ekuitas, dan Piksi Ganesha
****

Setelah membaca uraian di atas, tentu kalian sudah mulai mengerti dan mempunyai pendapat masing-masing tentang KCIC.

Jadi, KCIC ini perlu atau tidak?


Source by
Deni Catur Gumilar (Menteri Luar Negeri BEM STIE Ekuitas)
Google

KOMINFO 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tipe-Tipe Orang dalam Berorganisasi

Ekuitas Rooms Tour